Aktifitas kehidupan yang sesungguhnya di dunia ini memang dimulai di pagi hari, baik itu manusia ataupun binatang. Lihatlah burung-burung yang terbang bergerombol di angkasa biru di pagi hari dengan perut kosong, kemudian di sore hari mereka pulang dengan perut penuh makanan. Lihat juga para petani, mereka berangkat ke sawah di pagi hari dan pulang ketika sore menjelang.
Demikianlah kehidupan, Allah telah menjadikan siang sebagai saat-saat mencari ladang penghidupan dan Dia jadikan malam untuk waktu istirahat. Tentu saja, aktifitas yang dimulai di pagi hari akan menuai hasil yang lebih baik dibanding aktifitas yang dimulai kala sinar mentari telah menyengat kulit. Karena semakin pagi suatu aktifitas diawali, maka semakin luaslah waktu untuk berbuat, bekerja, berkarya, dan berkreasi.
Itulah makanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا .
“Ya Allah, berkahilah umatku dalam kepergiannya di pagi hari.”[1]Karena memang, kepergian seseorang di pagi hari untuk bekerja atau mulai melakukan suatu aktifitas, merupakan tanda kesungguhan dan kegigihan usahanya dalam rangka mencapai hasil yang maksimal. Dan, Allah tentu tidak akan menyia-nyiakan usaha seseorang, Dia akan membalas amal seseorang sesuai dengan usahanya dan apa yang dia lakukan.Demikian ajaran Islam. Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mempraktikkan. Dalam bepergiannya, beliau senang berangkat pada pagi hari. Hal ini tercermin dalam kebiasaan beliau yang jika mengirim suatu pasukan, beliau selalu memberangkatkannya di pagi hari. Disebutkan dalam hadits shahih dari Shakhr Al-Ghamidi Radhiyallahu '‘Anhu, ia berkata, “Bahwasanya apabila Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus suatu kelompok atau pasukan, beliau memberangkatkannya pada permulaan siang.”[2] “Permulaan siang,” sebagaimana yang kita ketahui, adalah pagi hari. Sebagaimana kita mengartikan permulaan malam sebagai sore hari, dan tentu saja jika dikatakan permulaan pagi, maka artinya adalah waktu subuh. Dan hadits ini menjelaskan, bahwa beliau memberangkatkan pasukannya di pagi hari. Selain karena diharapkan dapat mencapai target maksimal, pagi hari adalah waktu turunnya barakah dari Allah, sebagaimana disebutkan dalam doa Nabi pada hadits sebelumnya. Dan perawi hadits ini, yakni Shakhr bin Wada’ah, adalah seorang pedagang. Dia selalu berangkat membawa barang dagangannya di pagi hari. Kemudian di waktu sore, dia pulang dengan keuntungan yang melimpah. Di kemudian hari, dia menjadi salah seorang sahabat yang banyak hartanya.[3] < Dalam banyak hadits dan berbagai kitab Sirah Nabawiyah disebutkan, bahwa setiap kali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bepergian atau mengadakan perjalanan jauh, beliau biasa berhenti ketika malam hari tiba, di saat bayangan matahari telah menghilang dan bulan atau bintang gemintang memamerkan gemerlap cahayanya. Kemudian, beliau bersama para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum membuat tenda sebagai tempat untuk tidur dan beristirahat. Selanjutnya, manakala waktu fajar datang menyapa dan beliau telah menunaikan shalat subuh berjamaah bersama para sahabat, maka acara berikutnya adalah bersiap-siap dan bergegas untuk melanjutkan perjalanan kembali. Dan, perjalanan pun dimulai lagi. Mereka berangkat pada pagi hari dengan keimanan yang tegar, jiwa yang segar, badan yang bugar, semangat yang berkobar, di bawah mentari yang mulai bersinar, dengan membawa asa yang anyar (baru), siap untuk merengkuh tujuan mulia demi kejayaan agama yang paling benar (Islam), dan –tentu saja– dengan diiringi rasa penuh tawakal kepada Allah Yang Mahabesar.
[1] HR. Abu Dawud (2239), At-Tirmidzi (1133), Ibnu Majah (2227), dan Ahmad (14896); dari Shakhr bin Wada’ah Al-Ghamidi Radhiyallahu '‘Anhu.Imam At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.” Dalam Shahih Sunan Abi Dawud (2606) dan Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir (2180), Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini.
[2] Hadits ini adalah lanjutan dari hadits sebelumnya.
[3] Nuzhatu Al-Muttaqin 1/632.
0 komentar:
Posting Komentar