Recent Posts

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kapolsek dan 2 Polisi tewas diserang Kawanan bersenjata di Papua


 
 
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar di Jakarta Selasa (27/11) menjelaskan terjadinya penyerangan Markas Polsek Pirime, di Kabupaten Lany Jaya, Papua.

"Ada aksi penyerangan disertai dengan pembakaran terhadap Mapolsek Pirime, di Kabupaten Lany Jaya, pada pukul 5 pagi Waktu Indonesia Timur," jelas Boy Rafli. "Di dalam Mapolsek ini ada empat personil kita. Tiga orang diantaranya meninggal dunia akibat luka tembak dan luka bakar. Kapolsek Iptu Rolfi Takubesi, dan dua anggotanya yaitu Briptu Daniel Makuker dan  Briptu Jefri Rumkorem. Para pelaku selain melakukan penembakkan, juga melakukan aksi pembakaran terhadap sarana yang ada di sana," tambahnya.

Para penyerang Mapolsek itu menurut Boy Rafly Amar, selain menyerang petugas juga merampas dua senjata api laras panjang dan satu pistol genggam milik anggota polisi yang tewas.

Soal pelaku penyerangan menurut Boy Rafli, bisa saja dilakukan oleh siapa saja termasuk Organisasi Papua Merdeka (OPM). Yang pasti menurutnya, pelaku menggunakan senjata api dan mempunyai niat selain menyerang, juga bermotif melakukan perampasan senjata.

"Ya segala sesuatu bisa saja ya. Namun jelas faktanya seperti itu. Mereka menggunakan senjata api dan melakukan penyerangan. Bukan hanya sekedar mencederai anggota kita tetapi juga melakukan perampasan senjata api. Orang-orang yang seperti itu, tentunya kita bisa menganalisa (perampasan senjata tersebut digunakan) untuk apa. Selama ini keberadaan dari kelompok-kelompok ini adalah melakukan aksi kekerasan," ungkap Boy Rafli.

Selanjutnya menurut Boy Rafli, penyerangan seperti itu sering terjadi terhadap markas-markas atau Pos Polisi di daerah terpencil di Papua. Polisi mengalami kesulitan dalam menghadapi kelompok sipil bersenjata ini, karena disamping jumlah personil polisi yang kurang dari 30 orang di lokasi-lokasi terpencil itu, dan harus menghadapi para penyerang yang berjumlah antara 10 hingga 20 orang keatas. Boy Rafli menambahkan, selain jumlah personel yang sedikit, kondisi geografisnya, sangat terpencil dan mudah digunakan untuk bersembunyi oleh para penyerang.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional Adrianus Meliala kepada VOA mengatakan, kelompok sipil bersenjata yang sering melakukan kekerasan ini posisinya sudah sangat kuat, baik dari sisi jumlah personil, maupun persenjataan. Hal inilah yang menurut Adrianus menyulitkan aparat polisi dalam malakukan penegakkan hukum.

"Ya memang situasinya sudah sangat sulit sekali. Karena di pihak lain, para pengganggu keamanan itu sudah mendapatkan posisi yang menurut saya menguntungkan, karena mereka sudah sangat kuat dari sisi jumlah. Kemudian dari sisi persenjataan. Dan yang lebih penting lagi adalah, selalu ada pihak-pihak dari dalam maupun luar negeri yang mendukung mereka. Jadi itulah yang mempersulit posisi polisi dan aparat keamanan lain dalam rangka mempertahankan keamanan," ungkap Adrianus.

Penyerangan Markas Polsek Pirime, Kabupaten Lany Jaya Papua, menambah catatan peristiwa berdarah di Papua. Sebelumnya pada Oktober lalu, personel gabungan TNI/Polri diserang kelompok bersenjata di Muara Sungai Kebo, Distrik Kebo, Kabupaten Paniai, Papua. Dua orang prajurit TNI dalam peristiwa itu mengalami luka tembak.

Sumber : VOA

Sosok Bupati Garut (Aceng Fikri) dimata Sang Mertua


Bupati Garut Aceng HM Fikri mendadak jadi buah bibir masyarakat akibat pernikahan siri yang berlangsung 4 hari dengan Fany Oktora (18). Pandangan masyarakat soal Aceng beragam. Tapi seperti apa sosok aceng di mata sang mertua, Iing Supriadi (72), yang juga ayah dari istri Aceng yang dinikahi resmi Nurohimah.


Ditemui di rumahnya di Kampung Cikarokrok RT 1 RW 5, Desa Sukasenang, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jumat (7/12/2012) Iing memberi sambutan baik. Perbincangan santai lalu dilakukan di ruang tamu.

Di awal perbincangan, Iing mengaku sudah mengenal Aceng sejak remaja. Sebab saat itu, Iing aktif sebagai guru alquran dan hadits di SLA Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri Kabupaten Garut, sementara Aceng muridnya.

"Waktu sekolah, Aceng pernah jadi ketua OSIS. Dia memang aktif dan suka berorganisasi," kata Iing.

Sosok Aceng yang dikenal tegas membuatnya sering menjadi ketua di beberapa organisasi. "Bakat dia sebagai pemimpin memang sudah terlihat sejak muda," ucapnya.

Iing juga melihat Aceng sebagai sosok pekerja keras. Saat muda, Aceng menurutnya sangat giat berbisnis. "Dia waktu itu bisnis, apapun dijalani mulai dari jualan jaket sampai ternak ayam. Tapi dia tetap aktif di beberapa organisasi, salah satunya GP Anshor," paparnya.

Namun Iing tak pernah menyangka jika menantunya itu terpilih sebagai bupati pada Pilbup Garut 2008. "Tapi jadi pemimpin Garut memang takdirnya dia," tuturnya.

Dalam perjalanan karirnya sebagai bupati, tiba-tiba Aceng dihebohkan karena pernikahannya dengan Fany. Beberapa hari terakhir, berita soal pernikahan siri Aceng mencuat ke media.

"Saya malah baru tahu (Aceng nikah siri) itu dari tv. Kalau dibilang kaget, ya kaget. Tapi saya tidak bisa ikut campur karena itu sudah urusan Aceng dan keluarganya," jelasnya.

Iing mengaku sedih dengan berbagai pemberitaan yang seolah menyudutkan Aceng. "Sebagai orangtua, mana ada yang tidak sedih kalau lihat anak (menantu - red) terus diberitakan seperti itu," ujarnya.

Soal pernikahan Aceng dengan Fany, Iing menyebut itu bagian dari takdir. "Laki-laki punya dua (istri) itu tidak dilarang oleh agama, asal adil. Apapun yang terjadi, itu sudah ketentuan dari Allah SWT," belanya.

Kini Aceng dan Fany sudah islah. Keduanya sepakat berdamai dan tidak memperpanjang urusan ke jalur hukum. "Mudah-mudahan setelah islah tidak ada masalah lagi," harap Iing.

Sementara itu, Aceng dan Nurohimah ternyata sudah saling mengenal sejak sekolah di PGA. Mereka hanya berbeda satu tahun, di mana Aceng adalah kakak kelas Nurohimah.

"Tapi saya tidak tahu persis apa mereka pacaran sejak SLA atau tidak," kata Iing.

Setelah lulus, Aceng melanjutkan pendidikan di Pesantren Tebu Ireng. Sementara Nurohimah yang lulus SLA setahun setelah Aceng lulus, memilih kuliah di Universitas Padjadjaran, Bandung.

"Setelah Aceng lulus pesantren, Nurohimah lulus dari Unpad, Aceng datang ke sini. Dia bilang mau melamar Nurohimah," ucapnya.

Pertemuan kedua lalu terjadi antara keluarga Nurohimah dan keluarga Aceng. "Saya waktu itu memang sudah kenal juga sama orangtuanya Aceng. Setelah ketemu, kita sepakat menikahkan mereka. Tapi saya lupa itu tahun berapa," paparnya.

Pernikahan itu berlangsung langgeng. Iing bahkan tak pernah mendengar mereka cekcok, apalagi mendengar kabar keduanya pisah ranjang sudah 18 bulan.

"Saya baru dengar kabar itu. Selama ini saya dengar mereka tidak ada masalah," bantahnya.

Aceng, Fany, dan tiga anaknya bahkan masih sering mengunjungi sang kakek untuk silaturahmi atau melepas kangen. "Terakhir dua minggu lalu ke sini, mereka semuanya datang ke sini dan semuanya terlihat baik-baik saja," bebernya.

Disinggung apakah Nurohimah memberi izin Aceng menikah lagi, Iing mengaku tidak tahu. "Kalau itu wallahualam dapat izin atau tidak. Saya belum pernah dengar cerita itu dari Nurohimah," paparnya

Namun yang jelas, sambung dia, Nurohimah benar-benar memberi Aceng support saat ramai diberitakan soal nikah sirinya. "Itu berarti Nurohimah masih ada rasa cinta, peduli, sayang sama Aceng," pungkas Iing sambil berharap hubungan Aceng dan Nurohimah langgeng.


Sumber : Detik.Com

Bupati Garut Aceng Fikri belum datangi Mapolda Jabar.





Hingga Jumat (7/12/2012) pagi ini, Bupati Garut Aceng Fikri belum terlihat mendatangi Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat. Dia mendapat panggilan pemeriksaan pukul 9.00 terkait kasus penipuan dan pemerasan.

"Sesuai jadwal, seharusnya Aceng Fikri tiba pukul 9.00 di Mapolda Jabar," kata Kabid Humas Polda Jabar Komisaris Besar Martinus Sitompul.

Kehadiran Aceng Fikri terkait laporan dari Asep Rahmat Kurnia Jaya soal dugaan penipuan Rp 250 juta untuk menjadi wakil bupati Garut. Aceng Fikri menjadi salah seorang dari tujuh saksi yang dimintai keterangan. Polisi sebelumnya sudah melaksanakan gelar perkara terkait kasus ini.

Laporan ini bermula dengan penyerahan uang Rp 250 juta dari Asep kepada utusan Fikri di rumah pribadi bupati. Dengan menyerahkan uang, Asep berharap bisa ditunjuk sebagai wakil bupati menggantikan Dicky Chandra yang mengundurkan diri.

Belakangan diketahui, dia kembali dimintai uang Rp 1,4 miliar dan tidak disanggupi. 


Sumber : Kompas