Objek bahasan ilmu fiqh adalah setiap perbuatan mukallaf yang memiliki nilai dan telah ditetapkan hukumnya.
Berdasarkan definisi fiqh yang dikemukakan ulama usul fiqh, yang menjadi objek bahasan ilmu fiqh adalah setiap perbuatan*mukallaf yang memiliki nilai dan telah ditentukan hukumnya. Nilai perbuatan itu bisa berbentuk wajib (misal: melaksanakan shalat dan puasa), sunah (misal: bersedekah kepada orang yang membutuhkannya), mubah (misal: melangsungkan berbagai transaksi yang dibolehkan syara'), haram (misal: berzina, mencuri, dan membunuh seseorang tanpa sebab yang dibenarkan syara') , atau makruh (misal: menjatuhkan talak tanpa sebab).
Di samping itu, bidang bahasan ilmu fiqh hanya mencakup hukum yang berkaitan dengan masalah amaliyah (praktek). Pengetahuan terhadap fiqh bertujuan agar hukum tersebut dapat dilaksanakan para mukallaf dalam kehidupannya sehari-hari, sekaligus untuk mengetahui nilai dari perkataan dan perbuatan para mukallaf tersebut.
Pembagian Hukum Fiqh
Ulama fiqh membagi hukum fiqh dengan pembagian sebagai berikut.
Hukum yang berkaitan dengan ibadah mahdlah (khusus), yaitu hukum yang mengatur persoalan ibadah manusia dengan Allah SWT, seperti shalat, puasa, zakat dan haji.
Hukum yang berkaitan dengan masalah muamalah, yaitu persoalan hubungan sesama manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan material dan hak masing-masing, seperti transaksi jual beli, perserikatan dagang dan sewa-menyewa.
Hukum yang berkaitan dengan masalah keluarga (al-ahwal asy-syakhsiyyah), seperti nikah, talak, rujuk, iddah, nasab dan nafkah.
Hukum yang berkaitan dengan tindak pidana (jinayah atau jarimah, dan 'uqubah), seperti zina, pencurian, perampokan,pembunuhan, pemukulan dan bentuk-bentuk pelanggaran terhadap anggota tubuh serta harta lainnya.
Hukum yang berkaitan dengan persoalan peradilan dan penyelesaian perkara hak dan kewajiban sesama manusia (ahkam al-qadla).
Hukum yang berkaitan dengan masalah pemerintahan dan yang mengatur hubungan antara penguasa dan rakyat (al-ahkam as-sultaniyyah atau siyasah syar'iyyah).
Hukum yang mengatur hubungan antarnegara dalam keadaan perang dan damai (al-ahkam ad-dauliyyah).
Hukum yang berkaitan dengan persoalan akhlak (al-adab).
Keseluruhan hukum fiqh yang disebutkan di atas tidak hanya terkait dengan masalah keduniaan tetapi juga mengandung unsur spiritual atau makna keakhiratan. Artinya, hukum apa pun yang dilakukan seseorang, perhitungannya meliputi perhitungan duniawi dan perhitungan ukhrawi berupa pahala atau dosa di akhirat. Karenanya, hukum fiqh berbeda dengan hukum positif. Hukum dalam Islam tidak memisahkan antara persoalan dunia dan persoalan akhirat, walaupun keduanya dapat dibedakan
0 komentar:
Posting Komentar